Selasa, 19 April 2011

Menjelajahi Keindahan "Negeri Bawah Air" Kota Padang














  • Industri pariwisata bahari di Indonesia akhir-akhir ini menunjukan perkembangan yang pesat. Kenyataan ini ditunjukkan oleh semua pemerintah daerah yang berusaha mengembangkan potensi daerahnya masing-masing sesuai tuntutan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Masing-masing pemerintah daerah berusaha mengelola potensi daerahnya masing-masing baik dari segi kultur, keindahan, budaya, peninggalan sejarah, pegunungan ataupun keindahan wilayah pesisirnya.

    Sumatera Barat, dalam hal pariwisata mempunyai potensi yang sangat besar sekali, obyek-obyek wisata sangat banyak dan tersebar di seluruh tanah Ranah Minang. Salah satu dari potensi tersebut adalah dengan tersedianya obyek wisata bahari di lingkungan laut, hal ini ditunjang oleh letak Ranah Minang di bagian barat Pulau Sumetera yang memiliki garis pantai sepanjang lebih dari 450 Km dengan luas perairan laut lebih dari 138.759 km, termasuk daerah ZEE, maka sangatlah wajar bila tahun-tahun terakhir ini banyak sekali mulai berkembang lokasi-lokasi wisata bahari di sepanjang pantai Sumatera Barat.

    Beberapa pulau kecil yang terletak di kawasan Teluk Bungus dan Perairan Kodya Padang diantaranya Pulau Pisang Ketek, Pulau Pisang Gadang, Pulau Kasiak, Pulau Terlena, Pulau Pasumpahan dan Pulau Sirandah. Beberapa buah pulau lainnya perlahan-lahan mulai terus di benahi pengelolaannya menjadi tempat wisata bahari, seperti halnya dengan Pulau Sikuai yang telah berdiri hotel berbintang tiga, demikian juga halnya dengan Pulau Cubadak dan Pulau Cingkuak di kawasan perairan Painan Pesisir Selatan.

    Meskipun perkembangan wisata bahari di Ranah Minang telah mulai cukup pesat, tapi hanya baru terbatas untuk menikmati keindahan pulau, rekreasi pantai atau wisata mancing dan mandi-mandi. Masih banyak yang belum mengetahui bahwa nun jauh di dasar lautnya terdapat keindahan lain yang jauh lebih luar biasa. Keindahan beraneka ragam terumbu karang dengan ikan-ikan hias penghuninnya tersebut menjdaikan pemandangan yang menawan, membuat semua orang ingin untuk menyelaminya atau bersnokelling ria agar dapat menikmati keindahan tersebut.

    Letak Teluk Bungus di bagian barat pulau Sumatera ini memiliki potensi panorama bawah air yang cukup besar, gugusan pulau-pulau dan gosong yang terdapat dikawasan teluk ini menyimpan begitu banyak keindahan yang belum banyak di ketahui kemisteriusannya untuk diselami. Wsatawan penyelam umumnya mencari obyek-obyek selam atau lokasi penyelaman yang baru untuk dinikmati, tapi umumnya panorama indah yang dicari tersebut adalah dari terumbu karang dengan biota yang hidup didalamnya dan berasosiasi dengannya. Keindahan terumbu karang antara lain di tentukan oleh keanekaragaman jenis karang dan kekayaan ikan-ikan hias yang hidup disana.

    Berikut ini penulis mencoba menyajikan potensi lokasi obyek-obyek wisata bawah laut yang terdapat di perairan Sumatera Barat dan lokasi-lokasi yang terdekat dengan Kodya Padang.

    1). Pulau Pisang Gadang.
    Pulau ini memiliki geomoforlogi pantai yang bervariasi dengan pasir putih yang halus. Pada bagian sebelah timur pulau merupakan rataan terumbu tepi yang ditumbuhi oleh beraneka ragam jenis terumbu karang. Karena letak dari Pulau ini yang relatif dekat muara sungai Batang Arau menjadikan kualitas perairan disekitarnya agak keruh, tapi walaupun demikian kita masih akan menemukan karang-karang yang berbentuk meja dari marga Acropora hyacinthus dan acropora cytherea, karang dari marga non-Acropora serta soft coral yang hidup pada kedalaman dari 0.5 meter sampai dengan kedalaman 5 meter.

    Keindahan bawah laut pulau ini dapat dinikmati cukup dengan hanya bersnokelling, karena pandangan kita yang relatif terbatas yang disebapkan oleh visibility yang rendah dan agak keruh terutama pada musim hujan. Tutupan terumbu karangnya pun hanya sampai pada kedalaman 5 meter, menjadikan lokasi ini lebih cocok hanya untuk bersnokelling, untuk melakukan penyelaman scuba kurang cocok disebabkan kejernihan air yang relatif rendah.


    2). Gosong Sinyaru.
    Bagi para penyelam yang ada di Padang, sebutan gosong ini lebih populer dengan sebutan gosong kapal, mungkin karena pada lokasi ini ditemukan adanya bangkai kapal yang tenggelam entah beberapa tahun lalu. Lokasi ini merupakan tempat penyelaman yang sangat menarik bagi para petualang selam yang suka wreck dive dengan kedalam di bawah permukaan air sekitar 15 – 20 meter, dilokasi ini para penyelam akan dapat menikmati suasana yang lain bila dibandingkan denga lokasi lain yang berterumbu karang, uniknya pada lokasi ini adalah dasar dari perairannya yang berupa rataan karang keras ( hard coral) dan tidak berpasir.

    Bila melakukan penyelaman di lokasi ini, penyelam akan dapat menyelam pada lorong-lorong dan puing-puing rongsokan bangkai kapal yang menciptakan suatu kenikmatan tersendiri, disamping itu penyelam juga akan melihat beraneka jenis ikan karang dan ikan hias yang bersileweran dintara puing-puing kapal tersebut, bahkan bagi para penyelam yang belum pernah menyaksikan ikan hiu selama melakukan penyelaman.

    Nah.. di lokasi ini akan dapat melihatnya. Menyaksikan ikan hiu di saat melakukan penyelaman sebenarnya melahirkan suatu kenikmatan tersendiri dan harus bisa menghilangkan opini bahwa hiu itu akan memangsa kita. Biasanya pada lokasi yang memiliki wreck dive ini harga 1 paket penyelaman lebih mahal bila dibandingkan dengan lokasi yang hanya mengandalkan keindahan terumbu karang saja.

    3. Gosong Suar
    Merupakan gugusan karang yang belum muncul ke permukaan, dan di lokasi ini dipasang mercu suar yang berfungsi sebagai rambu-rambu pelayaran arus lalu lintas laut. Pada waktu pasang terendah gosong ini mempunyai kedalam 3-6 meter dibawah permukaan air. Terumbu karang hidup ditemukan sampai pada kedalaman 12 meter dan pada bagian-bagian tertentu di temukan dasar perairan yang berupa pasir, pada rataan flat pertumbuhan karang lebih didominasi oleh karang acropora tabulate dan karang acropora bercabang.

    Lokasi ini cocok dijadikan tempat penyelaman scuba, karena kedalaman yang cukup serta kehernihan air relatif lebih bagus, kemudian ditumbuhi oleh keanekaragaman karang yang cukup tinggi. Bila melakukan penyelaman scuba di sini, kita harus ekstra lebih berhati-hati, karena lokasi ini merupakan sebuah gosong yang biasanya arus lebih kuat dan jangan lupa untuk mengingatkan kepada kru atau orang yang ada di atas perahu/kapal agar mereka selalu mengawasi kita dari atas kapal selama melakukan penyelaman.

    4. Pulau Sirandah
    Hanya sekitar 40 menit dari pelabuhan Muara Padang atai sekitar 30 menit dari TPI Bungus, kita sudah sampai kepulau ini dengan mempergunakan perahu 80 HP. Pulau ini merupakan pulau yang relatif kecil yang terletak lebih kurang 11 mill dari pusat kota Padang. Setiap harinya puluhan kapal-kapal nelayan bagan yang berasal dari kawasan Bungus lego jangkar di sekitar perairan pulau ini untuk berlindung dan menunggu hari sore untuk berangkat ketengah laut mencari ikan.

    Pantainya terdiri dari pasir putih halus dan landai. Keindahan bawah lautnya dapat dilihat di sekeliling pulau yang ditumbuhi oleh karang dari acropora bercabang, heliopora, pada kedalaman 2-3 meter lebih didominasi oleh pertumbuhan karang-karang lunak. Pertumbuhan karang ditemukan sampai dengan kedalaman 15 meter menjadikan panorama lautnya menjadi indah untuk diselami. Lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat penyelaman scuba dan snorkelling karena didukung oleh kejernihan air dan keanekaragaman terumbu karangnya yang cukup padat.

    Sebagai masyarakat Sumatera Barat, kita boleh merasa bangga, karena kita memiliki potensi wisata bawah laut yang tidak kalah menariknya dengan daerah lain yang memiliki lokasi-lokasi penyelaman dan tempat-tempat untuk berwisata bahari. ***

    Sumber : Google




  • Minggu, 10 April 2011

    Pulau Sumatera
    Sumatera atau Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000). Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas"). Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi dan bhūmi mālayu untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.

    Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut di tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra atau Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.

    Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

    Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

    Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

    Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

    Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

    Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

    Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera. Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.

    Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatra berasal dari gelar seorang raja Sriwijaya Haji (raja) Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"), berdasarkan berita China ia mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain menyebutkan nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.

    Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

    Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

    Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatera. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sumatera

    Penduduk

    Secara umum, pulau Sumatera didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi ke dalam beberapa suku. Suku-suku besar ialah Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, Ogan, Komering, dan Lampung. Di wilayah pesisir timur Sumatera dan di beberapa kota-kota besar seperti Medan, Palembang, dan Pekanbaru, banyak bermukim etnis Tionghoa. Penduduk pulau Sumatera hanya terkonsentrasi di wilayah Sumatera Timur dan dataran tinggi Minangkabau. Mata pencaharian penduduk Sumatera sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang.

    Penduduk Sumatera mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil merupakan penganut Protestan, terutama di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara. Di wilayah perkotaan, seperti Medan, Pekanbaru, dan Palembang, dijumpai beberapa orang penganut Buddha.

    Kota-kota di pulau Sumatera dihubungkan oleh tiga ruas jalan lintas, yakni lintas tengah, lintas timur, dan lintas barat, yang melintang dari utara - selatan Sumatera. Selain itu terdapat pula ruas jalan yang melintang dari barat - timur, seperti ruas Bengkulu - Palembang, Padang - Jambi, serta Padang - Dumai.

    Di beberapa bagian pulau Sumatera, kereta api merupakan sarana transportasi alternatif. Di bagian selatan, jalur kereta api bermula dari pelabuhan Panjang (Lampung) hingga Lubuk Linggau dan Palembang (Sumatera Selatan). Di tengah pulau Sumatera, jalur kereta api hanya terdapat di Sumatera Barat. Jalur ini menghubungkan antara kota Padang dengan Sawah Lunto dan kota Padang dengan kota Pariaman. Semasa kolonial Belanda hingga tahun 2001, jalur Padang - Sawah Lunto dipergunakan untuk pengangkutan batu bara. Tetapi semenjak cadangan batu bara di Ombilin mulai menipis, maka jalur ini tidak berfungsi lagi. Sejak akhir tahun 2006, pemerintah provinsi Sumatera Barat, kembali mengaktifkan jalur ini sebagai jalur kereta wisata.

    Di utara Sumatera, jalur kereta api membentang dari kota Medan sampai ke kota Tebing Tinggi. Pada jalur ini, kereta api dipergunakan sebagai sarana pengangkutan kelapa sawit dan penumpang.

    Penerbangan internasional dilayani dari Banda Aceh (Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda), Medan (Bandar Udara Internasional Polonia), Padang (Bandara Internasional Minangkabau, dan Palembang (Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II). Sedangkan pelabuhan kapal laut ada di Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), dan Bakauheni (Lampung).

    Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT Caltex yang mengolah minyak bumi di provinsi Riau.
    Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah :

    Arun (NAD), menghasilkan gas alam.
    Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi
    Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi
    Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara
    Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi
    Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit
    Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen
    Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara

    Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar nasional yang berkantor pusat di sini.

    Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain Asahan (Sumatera Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Inderagiri (Sumatera Barat, Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi), Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatera Selatan), dan Way Sekampung (Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatera diantaranya Batang Tarusan (Sumatera Barat), dan Ketahun (Bengkulu).

    Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan. Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung berapi yang masih aktif, seperti Geureudong (Aceh), Sinabung (Sumatera Utara), Marapi, Talang (Sumatera Barat), Gunung Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Sumatera Barat, Jambi). Di pulau Sumatera juga terdapat beberapa danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi) dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).

    Nama-Nama Gunung Di Sumatera
    Daftar gunung di Sumatera
    • Gunung Dempo (3159 m)
    • Gunung Kerinci (3.805 m)
    • Gunung Leuser (3172 m)
    • Gunung Marapi (2,891.3 m)
    • Gunung Perkison (2300 m)
    • Gunung Pesagi
    • Gunung Rajabasa (1281 m)
    • Gunung Sekincau (1718 m)
    • Gunung Seulawah Agam (1.726 m)
    • Gunung Sibayak (2.212 m)
    • Gunung Singgalang (2.877 m)
    • Gunung Talamau (2,912 m)
    • Gunung Tandikat (2438 m)
    • Gunung Tanggamus (1162 m)
    Daftar Provinsi Sumatera
    • Aceh
    • Sumatera Utara
    • Sumatera Barat
    • Riau
    • Jambi
    • Sumatera Selatan
    • Bengkulu
    • Lampung
    • Kepulauan Bangka Belitung
    • Kepulauan Riau
     Sumber : Google